MANFAAT QANA'AH

Posted by

Manfaat Qana’ah

Ketika dikatakan bahwa seorang yang memiliki sifat qana’ah akan beruntung, tentulah ada buah atau manfaat yang dapat dipetik dari sifat qana’ah yang akan mendorong kita untuk berakhlak dengannya. Di antara manfaat tersebut adalah:

1. Memperkuat iman

Dengan sifat qana’ahhati seorang hamba akan dipenuhi dengan keimanan, yakin kepada Allah serta ridla atas apa yang telah Dia tentukan, atas apa yang telah Dia bagi. Meski dalam ukuran kacamata manusia dia adalah seorang yang fakir, dia yakin bahwa Allah telah menjamin dan membagi rezeki pada hamba sehingga tidak ada rasa khawatir pada dirinya. Contoh akan hal ini banyak dipraktikkan oleh para salaf, khususnya nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana dalam beberapa hadits disebutkan akan sifat qana’ah beliau.

Di antaranya adalah ketika ‘Aisyah radliallahu ‘anhamenuturkan bahwa beliau tidak pernah kenyang karena memakan roti dan zaitun lebih dari sekali dalam sehari. Dan juga dalam beberapa bulan, rumah-rumah rasulullah tidak pernah mengepulkan asap dan beliau beserta istri hanya mengandalkan kurma dan air. Meski demikian, beliau mencontohkan untuk tetap berlaku qana’ah, ridla atas rezeki yang diberikan Allah.

2. Membantu untuk merealisasikan rasa syukur

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كن ورعًا تكن أعبد الناس، وكن قنعًا تكن أشكر الناس

“Jadilah seorang yang wara’, niscaya engkau menjadi manusia yang paling baik dalam beribadah. Dan jadilah seorang yang qana’ah, niscaya engkau menjadi manusia yang paling bersyukur” (Shahih. HR. Ibnu Majah).

Seorang yang qana’ah terhadap rezeki yang diterima niscaya akan bersyukur kepada Allah. Dia menganggap dirinya sebagai orang yang kaya. Sebaliknya, jika tidak berlaku qana’ah, yang ada adalah perasaan merasa kurang, menganggap sedikit pemberian Allah, sehingga akan mengurangi keimanan atau bahkan mengundang murka Allah.

3. Memperoleh kehidupan yang baik (al-hayah ath-thayyibah)

Salah satu penafsiran terhadapal-hayah ath-thayyibah(kehidupan yang baik) sebagaimana dalam firman Allah di surat an-Nahl ayat 97 adalah sifat qana’ah. Penafsiran ini dikemukakan oleh sahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhum (Tafsir ath-Thabari). Dalam ayat tersebut terkandung dalil bahwa Allah akan memuliakan para hamba-Nya yang beriman dengan memberikan hati yang tenang, kehidupan yang tenteram serta jiwa yang ridla, yang semua itu menunjukkan akan keutamaan qana’ah. Tidak diliputi kegelisahan karena merasa kekurangan atas jatah rezeki yang ditetapkan, tidak pula dihinggapi berbagai penyakit hati yang meresahkan jiwa sehingga terkadang mendorong seseorang melakukan perbuatan yang buruk. Di awal sudah disebutkan, bahwa hati yang baik akan melahirkan amalan lahiriah yang baik. Sebaliknya, hati yang buruk karena dijangkiti penyakit akan melahirkan perilaku yang buruk.

4. Menjaga dari perbuatan dosa

Ahli hikmah mengatakan,

وجدت أطول الناس غمًّا الحسود، وأهنأهم عيشًا القنوع

“Saya menjumpai bahwa orang yang paling banyak berduka adalah mereka yang ditimpa penyakit dengki. Dan yang paling tenang kehidupannya adalah mereka yang dianugerahi sifat qana’ah” (Ihya ‘Uluum ad-Diin).

Qana’ah akan membentengi pemiliknya dari berbagai sifat yang tercela dan perbuatan dosa. Salah satu sifat tercela yang kontra dengan sifat qana’ah adalah hasad atau dengki. Tidak jarang dikarenakan kedengkian seseorang melakukan berbagai perbuatan dosa, baik itu menggunjing (ghibah), mengadu domba (namimah), berdusta atau bahkan berbuat khianat dan tidak amanah dalam urusan harta, seperti korupsi misalnya. Kontra dengan seorang yang qana’ah, dengan sifat qana’ah yang dia miliki seorang hamba akan menempuh cara yang halal dalam mencari rezeki, bukan menerjang yang haram.

Semua perbuatan tercela di atas dilakukan karena motivasi duniawi, menginginkan harta yang lebih, merasa kurang atas rezeki yang diperoleh. Jika seorang berlaku qana’ah pastilah dia akan terhindar dari berbagai bentuk dosa besar tersebut, hatinya tidak akan terasuki rasa dengki terhadap rezeki yang Allah tetapkan kepada saudaranya, karena dia sendiri telah ridla terhadap apa yang dia miliki.

Ibnu Mas’ud radliallahu ‘anhuberkata,

اليقين ألا ترضي الناس بسخط الله، ولا تحسد أحدًا على رزق الله، ولا تَلُمْ أحدًا على ما لم يؤتك الله؛ فإن الرزق لا يسوقه حرص حريص، ولا يرده كراهة كاره؛ فإن الله – تبارك وتعالى – بقسطه وعلمه وحكمته جعل الرَّوْح والفرح في اليقين والرضى، وجعل الهم والحزن في الشك والسخط

“al-Yaqin adalah engkau tidak mencari ridla manusia dengan mengundang kemurkaan Allah, engkau tidak dengki kepada seorangpun atas rezeki yang ditetapkan Allah dan tidak mencela seorang pun atas sesuatu yang tidak diberikan Allah kepadamu. Sesungguhnya rezeki tidak akan diperoleh dengan ketamakan dan tidak akan tertolak karena kebencian. Sesungguhnya Allah ta’ala, dengan keadilan, ilmu, dan hikmah-Nya, menjadikan ketenangan dan kelapangan ada di dalam rasa yakin dan ridla kepada-Nya serta menjadikan kegelisahan dan kesedihan ada di dalam keragu-raguan (tidak yakin atas takdir Allah) dan kebencian (atas apa yang telah ditakdirkan Allah)” (Syu’ab al-Imaan).

5. Memperoleh kekayaan yang hakiki

Beberapa hadits nabi menjelaskan bahwa kekayaan hakiki itu letaknya di hati, yaitu sifat qana’ah atas rezeki yang telah diberikan Allah, bukan terletak pada kuantitas harta.

Ibnu Baththal menjelaskan sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, -di mana beliau mengatakan bahwa kekayaan hakiki adalah kekayaan hati-,

معنى الحديث ليس حقيقة الغنى كثرة المال، فكثير من الموسع عليه فيه لا ينتفع بما أوتي، جاهد في الازدياد لا يبالي من أين يأتيه. فكأنه فقير من شدة حرصه، وإنما حقيقة الغنى غنى النفس، وهو من استغنى بما أوتي وقنع به ورضي ولم يحرص على الازدياد ولا ألحّ في الطلب. وقال القرطبي: وإنما كان الممدوح غنى النفس لأنها حينئذ تكفّ عن المطامع فتعزّ وتعظم، ويحصل لها من الحظوة والشرف والمدح أكثر من الغنى الذي يناله مع كونه فقير النفس لحرصه، فإنه يورّطه في رذائل الأمور وخسائس الأفعال لدناءة همته وبخله وحرصه، فيكثر من يذمه من الناس فيصغر قدره عندهم فيصير أحقر من كل حقير وأذلّ من كل ذليل

“Arti hadits ini adalah kuantitas harta yang banyak bukanlah kekayaan yang hakiki. Banyak orang yang memperoleh keluasan harta tidak mampu mengambil manfaat dari harta yang diperoleh, mereka bersungguh-sungguh mencari harta yang berlimpah tanpa mempedulikan dari mana harta itu berasal, seolah-olah dirinya adalah seorang yang fakir karena saking semangat dalam mencari. Sesungguhnya kekayaan hakiki adalah kekayaan hati, yaitu dengan merasa cukup, qana’ah, dan ridla terhadap apa yang diberi serta tidak tamak mencari dan terus-terusan meminta kelebihan harta. Al-Qurthubi berkata, “Sifat yang terpuji adalah kaya hati karena akan mampu mencegah seorang dari berbagai ambisi yang tak akan berhenti jika dituruti. Dengan sifat tersebut seorang akan memperoleh kehormatan, kemuliaan, dan pujian yang lebih daripada mereka yang kaya harta namun sesungguhnya berhati miskin saking tamaknya dalam mencari harta. Hal itu justru akan menjerumuskan ke dalam berbagai perbuatan yang hina dan tak beretika karena terdorong oleh hasrat yang rendah, sifat pelit, dan ketamakan. Dengan demikian, banyak orang akan mencelanya, memandang remeh kedudukannya meski dia kaya harta, sehingga dia pun menjadi seorang yang paling rendah dan hina” (Syarh Shahih al-Bukhari).

Tolok ukur kaya dan miskin itu terletak di hati. Siapa yang kaya hati, tentu akan hidup dengan nyaman, penuh kebahagiaan dan dihiasi dengan keridlaan, meski di kehidupan nyata dia tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya sehari-hari. Sedangkan seorang yang miskin hati, meski memiliki segala apa yang ada di bumi kecuali uang seratus perak, niscaya akan tetap memandang bahwa kekayaannya terletak pada seratus perak tersebut. Dirinya tidak akan merasa cukup, kecuali dia telah memiliki uang itu. Demikianlah, qana’ah pada hakikatnya adalah kaya hati, kenyang dengan apa yang ada di tangan, tidak tamak, tidak pula cemburu dengan harta orang lain, tidak juga meminta lebih terus menerus, karena jika terus terusan meminta lebih, itu berarti masih miskin.

6. Memperoleh kemuliaan

Mulia, seorang yang qana’ah tidak akan menyusahkan orang lain dengan berharap mereka memenuhi kebutuhannya. Mulia karena seorang yang qana’ah tidak akan mudah untuk meminta-minta kepada manusia. Dalam sebuah hadits disebutkan,

شَرفُ المؤمِنِ قيامُ اللَّيلِ وعزُّهُ استِغناؤُهُ عنِ النَّاسِ

“Kehormatan seorang mukmin terletak pada shalat malam dan kemuliaannya terletak pada ketidakbergantungannya pada manusia” (Shahih al-Isnad. HR. al-Hakim).


loading...

Artikel Lain Yang Mungkin Anda Suka


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Artikel Bermanfaat Semoga Updated at: 10:02
Powered by Blogger.