Oleh: Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baaz
Tanya: Apakah disyaratkan ketika menjadi imam untuk niat sebagai imam? Apabila ada seseorang masuk dan menjumpai orang lain sedang shalat, apakah boleh menjadi makmumnya? Apakah disyariatkan menjadikan imam yang masbuq (maksudnya shalat di belakang orang yang masbuq, -pent.)?
Jawab:
Disyariatkan niat untuk menjadi imam berdasarkan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.”
Apabila seorang laki-laki masuk masjid dan dia luput, tidak mendapati jamaah, kemudian dia menjumpai orang yang shalat sendirian, maka tidak mengapa untuk shalat bersamanya menjadi makmum. Bahkan yang seperti itu lebih afdhal berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika melihat seorang laki-laki masuk masjid setelah manusia melakukan shalat:
“Adakah seseorang yang mau bersedekah kepada orang ini, hendaknya dia shalat bersamanya.”
Dengan demikian akan didapatkan keutamaan shalat jamaah bagi keduanya, padahal itu shalat nafilah jika dinisbahkan kepada orang yang shalat tadi.
Dahulu Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu biasanya shalat bersami Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat Isya’, kemudian dia kembali ke kaumnya kemudian mengimami kaumnya shalat Isya’ tersebut. Maka shalat yang dia lakukan adalah nafilah dan mereka shalat fardlu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menyetujui hal itu.
Adapun makmum masbuq, maka tidak mengapa orang yang ketinggalan shalat jamaah untuk shalat bersamanya dengan harapan mendapatkan keutamaan shalat berjamaah. Apabila makmum yang tadi telah menyelesaikan shalatnya, maka orang yang belum menyempurnakan shalatnya tadi bangkit untuk menyempurnakannya berdasarkan keumuman dalil-dalil yang ada. Hukum ini umum untuk semua shalat wajib lima waktu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu ketika beliau menyebutkan kepadanya tentang akan adanya para jajaran pemerintah yang mengakhirkan shalatnya dari waktunya: “Kerjakan shalat tepat pada waktunya, apabila kamu menjumpai mereka shalat maka shalatlah bersama mereka, maka shalat itu adalah nafilah bagimu dan jangan kamu katakan, “Aku telah shalat, aku tidak akan (mengulangi) shalat lagi.” Wallahu waliyyut taufik.
Baca Juga:
- Fatwa haramnya nikah mut'ah
- Al Mahdi versi Syiah sangat berbeda dengan Ahlussu...
- Siapakah Imam Mahdi itu, kapan dan dimana beliau a...
- Yang sering diremehkan saat berwudhu
- Cara menjawab salam ketika sedang Shalat
- Inilah akhlak Nabi saw di tengah keluarganya
- Penyakit Demam Penghapus Dosa Kuncinya harus Sabar...
- Manfaat dan hukum mengantar jenazah
- Tidak boleh orang tua memaksa anaknya menikah
- Adakah selisih usia ideal antara pria dan wanita d...
- Meminta panjang umur bolehkah