Adab-adab Dalam Membaca Al Qur'an, Kalaamullah Ta'ala

Posted by

Al Qur’an adalah kalaamullah Ta’ala yang wajib diagungkan dan dimuliakan, sehingga hendaknya dibaca dalam keadaan yang paling baik. Dalam tulisan ini, akan dibahas beberapa adab dalam membaca Al Qur’an yang kami sarikan dari penjelasan Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan hafidzahullahu Ta’ala.

Adab pertama, seseorang yang membaca Al Qur’an menggunakan mushaf, maka wajib berwudhu terlebih dahulu. Tidak boleh menyentuh mushaf Al Qur’an tanpa bersuci (berwudhu) terlebih dahulu. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لا يمس القران إلا طاهر

“Tidaklah menyentuh Al Qur’an kecuali orang-orang yang suci.” (HR. Al-Hakim 3/485. Dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwaul Ghalil no. 122)

Jika seseorang membaca menggunakan hafalannya, maka disunnahkan untuk berwudhu sehingga boleh membaca tanpa berwudhu. Adapun orang-orang yang memiliki hadats besar, seperti dalam kondisi junub dan haidh, maka tidak boleh membaca Al Qur’an secara mutlak, baik membaca dengan mushaf atau dengan hafalan, sampai dia telah bersuci dari hadats besar tersebut. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca Al Qur’an, kecuali dalam kondisi junub. Dan beliau membaca Al Qur’an setelah mandi besar.

Adab ke dua, memohon perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk ketika hendak mulai membaca Al Qur’an (membaca ta’awudz). Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (QS. An-Nahl [16]: 98)

Hal ini karena setan akan hadir untuk mengacaukan bacaan Al Qur’an tersebut, menimbulkan rasa was-was dan memalingkan pembaca dari merenungi (tadabbur) ayat-ayat Al Qur’an. Ketika seseorang meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari setan yang terkutuk, Allah akan melindunginya dari gangguan setan tersebut. Sehingga seseorang akhirnya akan mendapatkan manfaat dari bacaan Al Qur’an tersebut. Inilah faidah dari membaca ta’awudz, yaitu untuk mengusir setan.

Adab ke tiga, jika memulai bacaan dari awal surat, hendaknya dia membaca basmalah (bismillaahirrahmanirrahiim). Karena basmalah turun di awal setiap surat kecuali surat At-Taubah. Sehingga dianjurkan untuk memulai dengan bacaan basmalah di awal setiap surat selain surat At-Taubah tersebut.

Adab ke empat, membaca dengan tartil. Yang dimaksud dengan tartil adalah membaca dengan pelan-pelan dan tidak tergesa-gesa. Mengeluarkan bacaan setiap huruf dengan benar sesuai dengan kemampuannya. Yang penting, seseorang membaca ayat demi ayat dan berhenti di akhir setiap ayat. Kita tidak boleh membaca Al Qur’an dengan asal-asalan, terlalu cepat dan tergesa-gesa. Karena hal ini akan menyebabkan rusaknya bacaannya.

Terdapat hadits yang melarang membaca Al Qur’an dengan asal-asalan. Seseorang datang kepada Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan berkata,

قَرَأْتُ المُفَصَّلَ اللَّيْلَةَ فِي رَكْعَةٍ

“Semalam aku membaca (semua) surat mufashshal [1] dalam satu rakaat.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menjawab,

هَذًّا كَهَذِّ الشِّعْرِ

“Itu seperti membaca puisi (syair) dengan tergesa-gesa (cepat).” (HR. Bukhari no. 775 dan Muslim no. 822)

Adab ke lima, membaguskan suara bacaan Al Qur’an. Seseorang membaca dengan suara yang indah sesuai dengan kemampuannya tanpa perlu dipaksa-paksakan. Memperindah suara bacaan Al Qur’an akan memotivasi orang lain untuk mendengarkan dan menikmati bacaan tersebut [2].

Adab ke enam, memperhatikan kondisi orang-orang di sekitarnya. Jika di sekitarnya terdapat orang yang sedang tidur, atau juga sedang membaca Al Qur’an, atau sedang mendirikan shalat, maka hendaknya tidak mengeraskan bacaan Al Qur’an tersebut sampai pada level yang bisa menimbulkan gangguan kepada orang lain. Akan tetapi, hendaknya dia keraskan secukupnya sehingga dirinya sendiri yang mendengar bacaan Al Qur’an tersebut dan tidak mengganggu orang lain.

Dari sini kita ketahui bahwa kebiasaan sebagian orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an melalui speaker masjid, sehingga mengganggu aktivitas orang lain di rumah, di pasar, atau di masjid itu sendiri, adalah kebiasaan yang tidak sesuai dengan tuntunan syariat. Mereka justru berdosa karena hal itu, tidak mendapatkan pahala, karena mengganggu orang lain.

Adapun jika di sekelilingnya tidak terdapat orang yang merasa terganggu dengan bacaan Al Qur’an tersebut, maka boleh dikeraskan, namun tidak boleh berlebih-lebihan. Bacaan Al Qur’an tersebut bisa dia dengar sendiri dan didengar oleh orang-orang di sekelilingnya.

Adab ini juga berlaku ketika kita melaksanakan shalat malam. Hendaklah bacaan Al Qur’an kita ketika shalat malam tersebut tidak mengganggu orang lain yang sedang tidur, karena hal ini terlarang.

Adab ke tujuh, bahkan termasuk adab yang wajib, yaitu hendaknya tidak melakukan al-lahn (kesalahan) dalam membaca Al Qur’an sehingga menimbulkan perubahan makna Al Qur’an. Misalnya, sesuatu yang seharusnya berfungsi sebagai subjek berubah menjadi objek karena kesalahan dalam membaca harakat sehingga maknanya berubah, atau kesalahan-kesalahan lainnya. Hendaknya dia membaca seusai dengan harakat yang tercetak dalam mushaf Al Qur’an, kecuali jika dia paham ilmu bahasa Arab (ilmu nahwu) sehingga tidak membutuhkan harakat tersebut.

Adab ke delapan, dan termasuk adab membaca Al Qur’an yang paling agung, yaitu merenungi, memikirkan, dan mengambil pelajaran atau faidah dari ayat-ayat Al Qur’an yang dia baca tersebut. Tujuan membaca Al Qur’an bukanlah sekedar menyelesaikan membaca 30 juz atau sekedar membaca dengan cepat tanpa mendapatkan manfaat apa pun dari ayat yang dibaca. Bacaan seperti ini adalah bacaan yang tidak bermanfaat.

Hendaknya kita berusaha untuk memahami ayat Al Qur’an sesuai dengan kemampuan kita. Jika niat kita ikhlas dan benar, Allah Ta’ala akan memudahkan kita untuk memahami dan mengamalkan Al Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad [47]: 24)

Dalam Al Qur’an terdapat berbagai masalah yang gamblang dan jelas, yang bisa dipahami oleh siapa saja, termasuk orang awam. Misalnya, berita tentang surga dan neraka; adanya adzab (hukuman) dan pahala; diharamkannya zina dan riba; juga kewajiban shalat, zakat, puasa, semua itu terdapat dalam Al Qur’an. Dan bisa dipahami oleh siapa saja karena Al Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab. Adapun masalah-masalah yang membutuhkan telaah lebih rinci dan detil, maka ini adalah keistimewaan yang dimiliki oleh para ulama. Akan tetapi, semua orang bisa mengambil pelajaran dari Al Qur’an, baik ulama atau orang awam, sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing.

Semoga Allah Ta’ala memberikan kita taufik dan hidayah untuk mencintai dan mengamalkan Al Qur’an.

Referensi:

Disarikan dari kitab Majaalisu Syahri Ramadhan Al-Mubaarak, karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, hal. 38-42 (cet. Daar Al-‘Ashimah, tahun 1422)


Catatan kaki:

[1] Surat mufashshal adalah surat-surat pendek dalam Al Qur’an yang dipisahkan dengan basmalah di antara setiap suratnya. Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang definisi surat mufashshal, apakah dimulai dari surat Qaaf atau surat Al-Hujurat.

[2] Disarikan dari kitab Majaalisu Syahri Ramadhan Al-Mubaarak, karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah Al-Fauzan, hal. 38-42 (cet. Daar Al-‘Ashimah, tahun 1422).

Sumber: Muslimah.or.id

loading...

Artikel Lain Yang Mungkin Anda Suka


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Artikel Bermanfaat Semoga Updated at: 15:46
Powered by Blogger.