SIKAP TERHADAP PEMIMPIN YANG BUŔUK

Posted by

Generasi terbaik umat Islam adalah generasi para sahabat, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya terus demikian dipegang oleh orang-orang yang mengilmui Qur’an dan Sunnah hingga akhirnya kejahilan merajalela.Pemimpin yang buruk sebagaimana digambarkan dalam hadits adalah‘pemimpin-pemimpin yang mereka berkata dan beramal tanpa ilmu’. Dan sudah kita bahas bahwa ‘ilmu’ di sini adalah ilmu agama. Jika mereka menjalankan pemerintahannya tanpa ilmu agama, artinya mereka berhukum dengan landasan selain ilmu agama, yaitu hukum-hukum buatan manusia.Hadits ini adalah satu hadits dari sekian banyak hadits yang intinya sama: mengabarkan akan datangnya penguasa yang buruk dan mewasiatkan untuk tetap taat dan tidak memberontak kepadanya. Di antara hadits lain yang senada adalah:Hadits Hudzaifah Ibnul Yaman

قَالَ حُذَيْفَةُ بْنُ الْيَمَانِ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا كُنَّا بِشَرٍّ، فَجَاءَ اللهُ بِخَيْرٍ، فَنَحْنُ فِيهِ، فَهَلْ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، قُلْتُ: هَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الشَّرِّ خَيْرٌ؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، قُلْتُ: فَهَلْ وَرَاءَ ذَلِكَ الْخَيْرِ شَرٌّ؟ قَالَ: «نَعَمْ» ، قُلْتُ: كَيْفَ؟ قَالَ: «يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي، وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ» ، قَالَ: قُلْتُ: كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللهِ، إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ، وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ، وَأُخِذَ مَالُكَ، فَاسْمَعْ وَأَطِعْ

“Hudzaifah Ibnul Yaman berkata: Wahai Rasulullah, dulu kami dalam keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan. Dan sekarang kami berada di dalamnya. Apakah setelah ini akan datang keburukan?

Beliau berkata: ‘Ya’.

Hudzaifah bertanya lagi: ‘Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan?’.

Beliau berkata: ‘Ya’.

Hudzaifah bertanya lagi: ‘Apakah setelah kebaikan itu akan datang keburukan lagi?’.

Beliau berkata: ‘Ya’.

Hudzaifah bertanya lagi: ‘Apa hal itu?’.

Beliau berkata: ‘Akan datang sepeninggalku, para pemimpin yang tidak berjalan di atas petunjukku, tidak mengamalkan sunnahku, dan di tengah-tengah mereka akan berdiri orang-orang yang berhati setan dengan jasad manusia’.

Hudzaifah bertanya lagi: ‘Lalu apa yang harus diperbuat wahai Rasulullah jika aku mendapati masa itu?’.

Beliau berkata: ‘Engkau mendengar dan taat kepada pemimpin walau punggungmu di pukul dan hartamu dirampas, tetaplah mendengar dan taat’” (HR Muslim no.1847)

Hadits Irbadh bin Sariyyah

صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ، ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ «أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا…

“Suatu hari RasulullahShallallahu’alaihi Wasallamshalat bersama kami. Selesai shalat, beliau menghadap kami lalu memberikan ceramah yang sangat mendalam, membuat mata berlinang dan menggetarkan hati. Hingga ada yang bertanya: ‘Wahai Rasulullah, seakan-akan ini nasehat dari orang yang akan pergi. Lalu apa yang engkau tetapkan bagi kami?’. Beliau bersabda: ‘Aku nasehatkan kalian untuk bertaqwa kepada Allah, serta mendengar dan taat kepada pemimpin, walaupun ia seorang budak Habasyah…’” (HR. Abu Daud 4607, dishahihkan Al Albani dalamShahih Abi Daud)

Menyikapi penguasa yang buruk, yang tidak berhukum dengan hukum Allah, adalah dengan tetap berbuat baik kepada mereka dan tidak memberontak. Buktinya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mewasiatkan kepada para umatnya untuk memberontak jika mereka menemui penguasa yang demikian, bahkan tetap memerintahkan untuk taat. Dalam hadits ini, beliau memberi solusi:Tetap bergaul dengan mereka dengan baikMenyelisihi mereka atau tidak menaati mereka dalam hal maksiatTetap tegar dalam kebenaran dengan mempersaksikan kebenaran sebagai kebenaran dan keburukan sebagai keburukan.Pemimpin muslim yang menjalankan pemerintahan tidak dengan hukum Islam, tidak serta-merta kafir. Buktinya dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengkafirkan pemimpin yang demikian. Beliau juga bersabda:

لتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ , عُرْوَةً عُرْوَةً , فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ , تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا , وَأَوَّلُهُنّ نَقْضًا الْحُكْمُ , وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ“Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat” (HR. Ahmad 21583, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 572)
Hadits ini jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut Islam. Disini Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah shalatnya.

Artikel Terkait:

loading...

Artikel Lain Yang Mungkin Anda Suka


FOLLOW and JOIN to Get Update!

Social Media Widget SM Widgets




Artikel Bermanfaat Semoga Updated at: 20:27
Powered by Blogger.